Pada tahun ketiga belas dari kenabian, Nabi SAW memerintahkan pada sahabatnya
dan orang-orang Islam yang berada di Makkah untuk berhijrah menuju Madinah agar
bergabung dengan saudara-saudara mereka dari kaum Anshar. Nabi berkata :
“Sesungguhnya Allah telah mempersiapkan keluarga dan rumah sebagai tempat
berlindung yang aman untuk kamu sekalian.”
Maka keluarlah mereka berbondong-bondong menuju
Madinah. Tetapi untuk sementara Nabi SAW tetap tinggal di Makkah sambil
menunggu izin dari Allah untuk keluar berhijrah. Diantara mereka adalah Umar
bin Al-Khattab, Talhah bin Zaid, Hamzah, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin
Awwam, Abu Hudzaifah, Usman bin Affan dan lain-lain. Dan setiap hari orang
Islam secara bertahap berhijrah ke Madinah sehingga tidak ada yang tinggal
bersama Nabi di Makkah kecuali Imam Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar
As-Shiddiq radhiyallah ‘anhuma beserta orang-orang yang tertahan dan
tersiksa.
Kemudian Nabi mendatangi rumah Abu Bakar dan
berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kepadaku untuk
berhijrah.” Maka Abu Bakar serentak menjawabnya, “Aku akan menemanimu, wahai
Rasulullah!” Rasulullah menjawab pula, ”Ya, memang Kaulah yang kuminta menemaniku
nanti.”
Mendengar jawaban itu, Abu Bakar menangis karena
terharu dan gembira. Jauh sebelumnya Abu Bakar telah menyediakan dua ekor unta
sebagai kendaraan mereka untuk berhijrah, dan ia telah mengupah Abdullah bin
Uraiqit sebagai teman dan penunjuk jalan ke Madinah. Nabi keluar bersama
Abu Bakar dengan sembunyi-sembunyi menuju gua Tsaur. Dan Abu Bakar telah
berpesan kepada Abdullah bin Abu Bakar puteranya, untuk mendengarkan apa
yang dibicarakan orang di Makkah tentang mereka berdua, serta menyuruh Amir bin
Fuhairah bekas budaknya untuk menggembala kambingnya pada siang hari dan
beristirahat pada malam harinya di sekitar tempat persembunyian mereka berdua
itu.
Puteri Abu Bakar Asma’ senantiasa mengirim
makanan bagi keduanya. Setelah Nabi dan Abu Bakar masuk ke dalam gua, Allah
memerintahkan laba-laba untuk membuat sarang di antara mulut gua itu dengan
pohon yang berada di muka gua, maka tertutuplah Rasulullah SAW bersama Abu
Bakar dari pandangan musuh-musuhnya. Allah juga memerintahkan dua burung
merpati liar untuk membuat sarang di antara sarang laba-laba dan pohon di
sampingnya.
Pengejaran yang dilakukan kaum Musyrikin itu
menjangkau mulut gua Tsaur itu. Akan tetapi Allah menutupi keduanya sehingga
tidak ada seorang pun yang melihat mereka. Yang terlihat oleh kaum Musyrikin
hanyalah sarang laba-laba yang menutupi pintu gua itu, hal itu sebagaimana
dijelaskan oleh Allah dalam firman-nya yang berbunyi :
“Maka Allah meurunkan ketenanganNya pada (Rasul)-Nya, dan diperkuatnya
dengan bala tentara yang tidak terlihat oleh mereka (Musyrikin).”
(Q.S. At-taubah:40)
Dari dalam gua
itu Abu Bakar yang menyaksikan gerak-gerik kaum Musyrikin yang ada di atas gua
sempat berkata kepada Rasulullah,
“Ya Rasulullah! Andaikata
salah seorang dari mereka sampai mengangkat telapak kakinya, pasti mereka akan
melihat kita.” Jawab Rasulullah, “Jangan kamu kira kita ini hanya berdua,
Allahlah yang ketiganya.
Pembicaraan
keduanya itu diabadikan oleh Allah dalam firmanNya yang berbunyi :
“Salah seorang
dari dua orang yang sedang berada dalam gua itu berkata kepada temannya,
“Janganlah kamu (Abu Bakar) bersusah hati, sesungguhnya Allah beserta kita.”
(Q.S. At-Taubah: 40)
Orang-orang
Quraisy yang gagal menemukan Rasulullah SAW itu segera mengumumkan akan memberi
hadiah seratus ekor unta bagi yang dapat menemukan baginda Rasulullah. Nabi dan
Abu Bakar hanya tiga malam saja bersembunyi dalam gua Tsaur itu. Kemudian
keduanya melanjutkan perjalanan mereka dengan ditemani oleh Amir bin
Furaihah dan Abdullah bin ‘Uraiqit sebagai penunjuk jalan.
Mendengar
sayembara yang dikeluarkan oleh kaum Quraisy itu, Suraqah bin Malik bin
Ju’syum seorang pemuda tangguh, berusaha mengejar Nabi untuk
mengembalikannya kepada kaum Quraisy agar dia mendapat hadiah seratus ekor
unta. Ia
memacu kudanya dengan mengikuti jejak unta Nabi yang ditemukannya, hingga suatu
ia tergelincir kudanya dan terpelanting berkali-kali.
Ketika melihat
Suraqah mendekat, Nabi berdoa memohon perlindungan kepada Allah yang
menyebabkan kuda Suraqah terjatuh karena kakinya terbenam ke dalam pasir. Di
saat itulah Suraqah sadar bahwa dia tidak akan dapat menangkap Rasulullah.
Dalam keadaan kaki kudanya sedang ditelan bumi ia pun segera memohon
pertolongan kepada Rasulullah. Ia berteriak sekuat tenaga,
“Aku adalah Suraqah
bin Malik bin Ju’syum, berhentilah sebentar aku mau bicara denganmu, dan aku
berjanji tidak akan berbuat yang membahayakanmu!”
Nabi menyuruh Abu Bakar menanyakan maksud Suraqah
yang sebenarnya. Maka Suraqah menjawab;
“Tuliskan sebuah surat yang dapat kami
jadikan bukti antara aku dan kamu!”
Amir bin Fuhairah segera menuliskan satu tulisan
pada sepotong tulang atau pada selembar kulit. Nabi berkata pada Suraqah,
“Bagaimanakah kalau anda kelak memakai
perhiasan Kaisar Persia?”
Apa yang
diucapkan oleh Nabi ini ternyata menjadi kenyataan sewaktu kerajaan Kaisar
Persia dapat ditumbangkan oleh kaum Muslimin di masa pemerintahan khalifah Umar
bin Al-Khattab ra Pada waktu mahkota dan segala perhiasan Kaisar Persia
diserahkan kepada Khalifah Umar, maka Khalifah Umar memanggil Suraqah bin Malik
untuk diberi Mahkota dan perhiasan Kaisar Persia itu sebagai pemenuhan apa yang
dijanjikan oleh Rasulullah SAW waktu itu.
Di tengah perjalanan, kafilah Nabi itu bertemu
dengan perkemahan Ummi Ma’bad yang berdiri di tengah-tengah padang pasir. Di
sisi kemah itu, Nabi melihat ada seekor kambing yang kurus dan sakit. Baginda
pegang puting susu kambing itu, maka sambil berdoa baginda perah hingga
keluarlah air susu dari kambing yang biasanya tidak bisa mengeluarkan. Pada
mulanya air susu itu diberikan kepada Ummi Ma’bad, kemudian diperah lagi buat
rombongan yang ikut bersama baginda. Selanjutnya baginda perah lagi untuk
diberikan pada suami Ummi Ma’bad yang ketika itu sedang menggembala kambing-kambingnya, Sehingga setibanya Abu Ma’bad, ia terperanjat
melihat ada segelas susu yang terletak di atas mejanya. Ia bertanya pada
isterinya mengenai asal muasal air susu dalam gelas itu. Kata Ummi Ma’bad,
“Demi Allah, tadi ada seorang lelaki
yang membawa berkat kemari, ia mempunyai akhlak yang tinggi sekali dan tutur
katanya amat sopan pula.”
Mendengar kisah
Ummi Ma’bad itu, maka Abu Ma’bad berkata,
“Demi Allah aku
harus menemui lelaki bangsa Quraisy yang sedang diburu oleh kaumnya itu.”
Demikianlah Nabi melanjutkan perjalanannya hingga
Quba’ (pinggiran kota Madinah). Baginda sampai di sana tepat pada hari Senin
tanggal 12 Rabi’ul-Awwal yang merupakan hari pertama bagi sejarah Islam.
Setelah itu Nabi SAW singgah di rumah Kultsum bin Hadam, lalu melaksanakan
shalat Jumat di Bani Salim bin ‘Auf dan itulah shalat Jum’at pertama yang
dilaksanakan dalam Islam.
Sesampainya di
Madinah, Nabi SAW segera mengutus Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi’
untuk pergi ke Mekkah dengan bekal dua ekor keledai dan uang sebanyak lima
ratus dirham, lalu mereka kembali bersama Fathimah binti Rasulullah SAW,
Ummi Kultsum, Saudah binti Zam’ah, Usamah bin Zaid dan Ummu Aiman radhiyaalhu
‘anhum.
Tag :
TOKOH
0 Komentar untuk "HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW"